Pada 1987 pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah membuat peta tata guna hutan sebagai daerah hutan sebagai daerah kawasan hutan yang dilindungi. Luas yang dikembangkan menjadi 9.240 ha.
Dua tahun berikutnya, pada 1989 Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah merekomendasikan luas kawasan Hutan Bakiriang 3.900 ha, yaitu berdasarkan SK No.188.44/3932/Dinhut/1989 tanggal 30 Agustus 1989. Perihal penunjukan sementara areal hutan lindung, APL dan sebagai perairan laut yang terletak didaerah tingkat II Donggala, Poso, Toli-toli dan Luwuk Banggai Provinsi Sulawesi Tengah sebagai Suaka Alam dan Hutan Wisata.
Pada 1996 peta kawasan tersebut dituangkan dalam struktur tata Ruang Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor. SK.522.1/1029/ Bappeda tanggal 8 Juli tahun1996.
Di tahun 1996 Menteri Kehutanan dan Perkebunan dengan Surat Keputusan No.398/KptsII/1998 tanggal 21 April 1998 menetapkan hutan Bakiriang menjadi kawasan suaka margasatwa dengan luas 12.500 ha adapun alasan pertimbangan adalah untuk kepentingan habitat burung maleo.
Menurut Pristiwanto, dengan munculnya konservasi untuk meningkatkan populasi maleo tidak serta merta bertambahnya maleo pula habitat maleo. Justru maleo makin berkurang.
Hal tersebut dirasakan oleh masyarakat adat Batui dalam melaksanakan adat Tumpe, jumlah telur maleo yang diantar ke Keraton Kerajaan Banggai berkurang.*
Komentar tentang post