Darilaut – Ritual memanfaatkan telur burung maleo dalam prosesi adat di Banggai dan Banggai Laut Sulawesi Tengah masih berlangsung hingga sekarang ini. Prosesi adat tersebut mengancam keberlangsungan spesies maleo yang telah masuk kategori genting menurut kriteria IUCN dan Undang-undang konservasi di Indonesia.
IUCN (International Union for Conservation of Nature) atau Uni Internasional untuk Konservasi Alam memberikan status genting atau Endangered untuk maleo karena menghadapi risiko kepunahan di alam liar.
Peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Manado, Pristiwanto, mengatakan pengambilan telur bukan hanya untuk ritual adat saja. Telur maleo terkadang dijadikan cenderamata khas daerah Banggai.
Apalagi, kata Pristiwanto, maleo masuk dalam Appendix I CITES yang melarang perdagangan satwa ini.
Pristiwanto, telah meneliti dan membuat kajian tradisi pemanfaatan telur maleo di Banggai. Tradisi yang disebut Tumpe atau mengantar (mengirimkan) telur burung Maleo dan Malabot Tumbe atau menjemput telur burung Maleo merupakan warisan budaya kerajaan Banggai.
“Ada anggapan maleo ini punya kerajaan Banggai,” ujar Pristiwanto, Kamis (11/6). Padahal, burung maleo ada di sejumlah daerah di Sulawesi.
Dalam kajian Pristiwanto, secara historis Banggai Laut merupakan bagian Kerajaan Banggai yang sudah dikenal sejak abad 13 Masehi sebagaimana termuat dalam buku Negara Kertagama yang ditulis oleh Pujangga Besar Empu Prapanca pada tahun Saka 1478 atau 1365 Masehi.
Komentar tentang post