Darilaut – Matahari sudah di atas kepala. Bila berjalan tanpa alas di pantai berpasir Cagar Alam Panua, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, tapak kaki seperti melepuh.
Di pantai yang kini secara administratif berada di Desa Maleo, sejak dulu dikenal sebagai tempat bersarang burung maleo.
Ditempat inilah Abdul Uno mulai mencatat tentang burung maleo, pada 1930-an. Konservasionis maleo pertama di dunia ini mengamati tempat bersarang dan kehidupan satwa endemik Sulawesi.
Pada tahun 1900, maleo dengan nama ilmiah Macrocephalon maleo, sangat mudah dilihat di pantai Boalemo. Satwa ini menyimpan telur di pesisir yang berpasir dan kering. Waktu itu, para pengumpul telur maleo, relatif sedikit.
Populasi penduduk setempat belum banyak, begitu pun dengan para pengumpul dan pedagang telur maleo.
Tahun berganti, Uno menjelajahi pesisir Boalemo. Penduduk setempat mengonsumsi telur maleo dalam jumlah yang cukup besar.
Seperti ditulis dalam terbitan berbahasa Belanda TECTONA XXXIX tahun 1949 halaman 151 – 165, Uno menjelajahi daerah ini pada tahun 1930. Hanya ada 2 tempat bersarang kecil di subdistrik Tilamoeta. Di subdistrik Pagoeat terdapat 4 tempat peneluran 2 memiliki produksi penting.
Darilaut.id memperoleh dokumen penting terbitan berbahasa Belanda yang sangat bergengsi di masanya, dengan judul “Heet Natuurmonument Panoea (N. Celebes) en het Maleohoen (Macrocephalon maleo SAL Muller) in Het Bijzonder.”
Komentar tentang post