Gorontalo – Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) masih akan mempertimbangkan pengumuman “Status Terumbu Karang Indonesia” setiap akhir tahun.
Ahli terumbu karang P2O LIPI Dr Giyanto mengatakan, rilis “Status Terumbu Karang Indonesia” setiap akhir tahun tidak menunjukkan perubahan yang berarti.
“Apakah ini akan diumumkan setiap akhir tahun atau lebih dari setahun, akan dikaji kembali,” ujar Giyanto, usai Pertemuan Tahunan ke-3 Threatened Species Working Group (TSWG, Kelompok Kerja untuk Spesies Terancam) dibawah kerjasama regional The Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF), di Gorontalo.
Pertemuan Tahunan ke-3 TSWG-CTI CFF berlangsung Selasa (17/9) hingga Kamis (19/9). Pertemuan dihadiri oleh negara-negara CT6, masing-masing Indonesia, Malaysia, Filipina, Kepulauan Solomon, Timor Leste, dan Papua Nugini.
Menurut Giyanto, hingga tahun ini terjadi penurunan status terumbu karang yang baik di Indonesia Timur. Sementara luasan yang mengalami kerusakan bertambah.
Terumbu karang yang mengalami kerusakan dapat disebabkan dua faktor. Faktor kerusakan secara alami dan manusia.
Penurunan tutupan karang hidup akibat alam, seperti terjadi badai yang hebat dan peristiwa pemutihan karang (bleaching) karena naiknya temperatur air laut. Hal seperti ini pernah terjadi di Biak dan perairan lainnya di Indonesia.
Kerusakan karena ulah manusia, menurut Giyanto, seperti penggunaan bom rakitan yang merusak terumbu karang. Selain itu, pemanfaatan karang untuk bahan bangunan.

“Karang diambil untuk bahan bangunan karena ongkos angkut batu mahal seperti di pulau-pulau,” kata Giyanto kepada Darilaut.id, Kamis (19/9).
P2O LIPI melalui program Coremap (Coral Reef Rehabilitation and Management Program) atau Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang, melakukan monitoring di sejumlah perairan di Indonesia.
Coremap merupakan program jangka panjang yang diprakarsai oleh Pemerintah Indonesia dengan tujuan untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara lestari terumbu karang serta ekosistem terkait di Indonesia.
Monitoring jangka panjang kondisi terumbu karang sudah dimulai P2O LIPI sejak 1993 di berbagai perairan Indonesia.
Monitoring ini untuk melihat tutupan karang, kepadatan ikan karang dan kesehatan terumbu karang. Selain itu, P2O LIPI juga melakukan monitoring kondisi lamun di Indonesia.
“Monitoring dilakukan untuk mengetahui indeks kesehatan terumbu karang, parameter tutupan dan kelimpahan ikan target,” ujar Giyanto.
Giyanto mengatakan, berkaitan dengan rehabilitasi terumbu karang, faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan adalah kualitas perairan. Apabila kualitas perairan kurang baik, akan sulit untuk recovery (pemulihan) kembali.
Faktor penting untuk pemulihan di lokasi terumbu karang, terdapat substrat kuat untuk menempel. Lingkungan perairan yang bagus, akan mempercepat proses recovery secara alami.
“Di Teluk Jakarta dari dulu kurang dari 5 persen tutupan karang. Ada faktor lain yang mempengaruhi, yakni kualitas perairan dan lain-lain,” kata Giyanto.
Terumbu karang termasuk salah satu potensi kekayaan laut Indonesia. Apabila, terumbu karang ini dikelola dan dimanfaatkan secara baik, akan dapat memberikan nilai ekonomi yang tinggi bagi masyarakat.*
Komentar tentang post