Yogyakarta – Dekan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Muh Aris Marfai mengatakan, wilayah pesisir dan daerah aliran sungai (DAS) merupakan kawasan yang intensif digunakan manusia. Bahkan, skala aktivitas pemanfaatan kedua wilayah itu makin meningkat dari waktu ke waktu.
“Oleh sebab itu, perlu mengkaji kemungkinan penerapan Integrated Coastal Water Management (ICMW) atau pengelolaan DAS dan pesisir terpadu,” kata Aris yang juga Guru Besar Geomorfologi Pesisir dan Kebencanaan, dalam seminar Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai, Rabu (24/10).
Menurut Aris, konsep ICMW menjadi kunci bagi pengembangan terpadu lingkungan dalam ekonomi dan budaya sekitar wilayah daerah aliran sungai dan daerah pesisir. Ekosistem sungai dan pesisir mendukung berbagai fungsi sosial ekonomi seperti menyediakan ruang pemukiman, menghasilkan sumber daya hidup, serta menyerap limbah.
Menurut Dr M Saparis Soedarjanto dari Direktorat Jendral Pengendalian Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perlu dilakukan reformulasi strategis dalam pengelolaan DAS di Indonesia.
“Perlu reformulasi strategi pengelolaan DAS yang berdaya guna dan berhasil guna,” kata Saparis di Fakultas Geografi UGM.
Dalam seminar Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai, Saparis mengatakan, pengelolaan DAS saat ini masih dilakukan dengan sangat konvensional. Hanya menekankan aspek hutan saja, tanpa memperhatikan peranannya dari perspektif yang lebih luas, yakni DAS sebagai sistem sumber daya.
Seharusnya, kata Saparis, DAS harus ditempatkan sebagai sistem lanskap dan merupakan konsep besar tata ruang. Dengan demikian pengelolaan daerah ini tidak boleh terdistorsi oleh terminologi lainnya.
Tak hanya itu, dalam pengelolaanya juga harus memperhatikan komitmen global dan peran pentingnya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, ketahanan pangan, serta pengendalian pencemaran.
Pengelolaan DAS harus didekati dengan pengembangan wilayah dan mampu menggerakkan pusat-pusat pertumbuhan wilayah.
“Tata kelola lingkungan menjadi hal penting yang harus dilakukan dalam formulasi strategi pengelolaan DAS dan harus memperhatikan seting sosial, ekonomi, dan politik sebagai unsur sub lingkungan,” ujarnya.
Terdapat beberapa persoalan yang mengakibatkan perencanaan pengelolaan daerah aliran sungai sering dinilai gagal. Salah staunya karena terlalu fokus pada analisis DAS dan bukan pada manfaat dari pengelolaanya.
Di samping itu, dokumen yang terlalu panjang dan kompleks, penilaian yang kurang memadai dari program-program lokal yang ada, serta rekomendasi perencanaan yang terlalu umum. Lebih parah lagi, terdapat regulasi atau kebutuhan yang memberi mandat penggunaan perencanaan tersebut yang kurang memadai.*
Sumber: ugm.ac.id
Komentar tentang post