Darilaut – Profesor Riset Astronomi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin, mengatakan, untuk melihat hilal diperlukan alat bantu optik berupa teleskop untuk pengamatan benda langit.
Hilal merupakan bulan sabit pertama yang teramati sesudah maghrib, itu pasti penanda awal bulan.
Hilal bukti paling kuat telah bergantinya periode fase bulan yang didahului bulan sabit tua dan bulan mati.
Dalam Seminar Posisi Hilal Penentu Awal Ramadan 1443 Hijriah di kanal virtual Kementerian Agama, Jumat (1/4) Thomas mengatakan, kondisi saat ini masih ada dikotomi antara Rukyat dan Hisab yang sesungguhnya dalam ilmu astronomi kedudukannya setara.
“Rasulullah hanya memberi contoh tanpa menjelaskan alasannya, tetapi secara astronomi rukyatul hilal atau pemantauan bulan sangat beralasan.”
Mengenai penentuan hisab, kata Thomas, telah berkembang sejak jaman Rasulallah di antaranya ialah hisab urfi, hisab taqribi, dan hisab haqiqi.
“Metode Hisab Urfi berkembang sejak zaman nabi dan masih digunakan kelompok masyarakat,” katanya.
Metode hisab taqribi, menurut Thomas, seperti yang digunakan pada kitab Sulamunnayirain, dan hisab haqiqi dengan formulasi astronomi yang dibagi menjadi dua kriteria.
Pertama, kriteria sederhana (wujudul hilal) dan yang kedua adalah kriteria imkan rukyat (visibilitas).
Thomas mengatakan, perlu adanya kriteria dalam penentuan awal bulan yang kemudian dijelaskan lebih lanjut bahwa rukyat memerlukan verifikasi, untuk menghindari rukyat keliru.
“Hisab tidak bisa menentukan masuknya awal bulan tanpa adanya kriteria,” ujarnya.
Kriteria menjadi dasar pembuatan kalender berbasis hisab yang dapat digunakan dalam perkiraan rukyat.
Menurut Thomas, kriteria yang perlu diadopsi diantaranya harus berdasarkan Dalil Syar’i awal bulan dan hasil kajian astronomis yang sahih.
“Kriteria harus mengupayakan titik temu pengamal rukyat dan pengamal hisab, untuk menjadi kesepakatan bersama,” kata Thomas.
Kalender Islam Global
Thomas yang juga Tim Unifikasi Kalender Hijriyah Kementerian Agama, mengatakan, secara astronomis, posisi hilal di Indonesia pada saat Maghrib 1 April 2022 masih berada di bawah kriteria baru MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura) yang ditetapkan pada 2021.
“Di Indonesia, posisi hilal awal Ramadan 1443 H terlalu rendah sehingga hilal yang sangat tipis tidak mungkin mengalahkan cahaya syafak (senja), sehingga kemungkinan tidak terlihat,” kata Thomas.
Kriteria baru MABIMS menetapkan bahwa secara astronomis, hilal dapat teramati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.
Saat Magrib 1 April 2022, posisi bulan di Indonesia tingginya kurang dari 2 derajat dan elongasi sekira 3 derajat.
Untuk menyatukan kalender Islam global, Rekomendasi Jakarta 2017 (RJ2017)/ Kriteria Baru MABIMS mengusulkan tiga hal yang tidak terpisahkan.
Pertama, kriteria awal bulan adalah elongasi bulan minimal 6,4 (derajat) dan tinggi bulan minimal 3 derajat pada saat magrib di Kawasan Asia Tenggara.
Kedua, Batas tanggal Internasional dijadikan sebagai batas tanggal kalender Islam global.
Ketiga, OKI (Organisasi Kerja sama Islam) menjadi otoritas kolektif dalam menetapkan kalender islam global.
Komentar tentang post