Darilaut – Peneliti Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Muhammad Arifudin mengatakan, ekspor benih lobster tidak bisa serta merta langsung dilakukan setelah badan usaha mengantongi izin. Eksportir terlebih dahulu harus memenuhi syarat dan ketentuan terkait panen yang telah dilakukan secara berkelanjutan.
Menurut Arifudin, pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/Permen-KP/2020, mesti dilakukan secara transparan dan hati-hati sebab mengatur sejumlah syarat yang membutuhkan proses verifikasi yang ketat kepada calon eksportir.
Permen 12/2020 ini tentang Pengelolaan Lobster (panulirus spp.), Kepiting (scylla spp.), dan Rajungan (portunus spp.).
Dengan persyaratan panen berkelanjutan, ini artinya ekspor benih baru bisa dilakukan 16 – 20 bulan yang akan dating, setelah dilakukan minimal 2 kali panen.
Dalam aturan Menteri Kelautan dan Perikanan disebutkan pengeluaran benih lobster dari Indonesia hanya boleh dilakukan oleh ekportir yang telah melakukan kegiatan pembudidayaan lobster. Sebagai bukti, eksportir telah melakukan panen secara berkelanjutan dan telah melepasliarkan lobster sebanyak dua persen dari hasil pembudidayaan dengan ukuran sesuai hasil panen.
Selain itu, kuota dan alokasi penangkapan benih lobster harus sesuai hasil kajian dan rekomendasi Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan (Komnas Kajian).
Komentar tentang post