Darilaut – Telur maleo dibungkus daun woka. Cara lain dilakukan agar telur itu tidak mudah pecah.
Di masa lalu, zaman kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi, telur maleo yang dibungkus daun woka, lazim dijadikan sebagai cenderamata. Orang yang tinggal didekat tempat peneluran, akan membawa telur maleo sebagai ole-ole ini kepada keluarga atau kerabat yang jauh.
Populasi maleo masih sangat banyak. Seperti yang dibawa dari Imandi, Bolaang Mongondow.
National Project Manager Enhancing Protected Area System in Sulawesi (EPASS) M. Arief Toengkagie mengatakan, membawa telur burung maleo ini sebagai bentuk penghargaan kepada yang dituju.
“Dulu datang bawa telur maleo, dibungkus dengan daun woka,” katanya.
Ada yang mengoleksi cangkang telur maleo. Caranya dengan melubangi telur maleo bagian atas dan bawah.
Selanjutnya, ditiup. Isi telur maleo ditampung dan dimasak. Cangkang telur maleo ini masih terlihat utuh untuk dijadikan pajangan atau koleksi.
Menurut Arief, telur maleo sebelumnya dijual bebas di pasar. Telur maleo yang dibawa dari Dumoga, bebas dijual di pasar.
Setelah dideklarasikan Taman Nasional Dumoga Bone pada 1982, telur maleo tidak lagi dujual bebas di pasar. Upaya-upaya pelestarian satwa ini di dalam kawasan taman nasional terus dilakukan.
Komentar tentang post