Jakarta – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, secara khusus menekankan satu prinsip terkait kedaulatan dan hak berdaulat di perairan Indonesia.
“Bahwa klaim apapun, oleh pihak manapun, harus dilakukan sesuai dengan hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982,” ujar Menlu Retno dalam Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri 2020 (PPTM) yang diselenggarakan di Ruang Nusantara, Kementerian Luar Negeri, Rabu (8/1).
Menurut Retno, Indonesia akan terus menolak klaim yang tidak diakui oleh hukum internasional.
Adapun mengenai diplomasi kedaulatan dan kebangsaan, terdapat tiga prioritas. Pertama, meningkatkan intensitas perundingan baik untuk batas maritim dan batas darat.
Retno mengatakan, untuk batas maritim, antara lain dengan Malaysia, dengan memformalkan batas laut teritorial di segmen Laut Sulawesi dan selanjutnya merundingkan segmen Selat Malaka.
Dengan Vietnam untuk batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), Filipina untuk batas landas kontinen, Palau untuk batas ZEE dan Timor Leste setelah demarkasi batas darat selesai.
Untuk batas darat, prioritas antara lain demarkasi dengan Malaysia di Pulau Sebatik dan Sungai Sinapad, serta finalisasi demarkasi dengan Timor Leste sesuai agreed principles yang sudah disepakati.
Kedua, menurut Retno, melindungi tumpah darah Indonesia. Sebagaimana negara lain, isu kedaulatan dan integritas teritori merupakan hal yang tidak dapat ditawar sama sekali.
“Kedaulatan dan wilayah teritori Indonesia tidak dapat ditawar oleh siapapun juga, kapanpun juga,” katanya.
Indonesia, menurut Retno, akan terus melawan negara asing yang secara jelas-jelas memberikan dukungan terhadap gerakan separatisme di Indonesia, karena hal ini jelas bertentangan dengan hukum internasional dan prinsip Piagam PBB.
Ketiga, Indonesia akan terus mengarusutamakan isu yang menjadi aset bangsa, termasuk kemajemukan, demokrasi, toleransi dan pemberdayaan perempuan.
Menurut Retno, kekuatan besar dunia terus berupaya meningkatkan pengaruh di kawasan. Distrust menyebabkan penghalang terciptanya lingkungan yang kondusif.
Dalam suasana seperti ini, Indonesia mengajukan konsep Indo-Pasifik. Indonesia mengharapkan stabilitas, habit of dialogue, kerja sama, penghormatan terhadap aturan internasional tetap dijunjung tinggi di kawasan Indo-Pasifik.
Menlu mengatakan, rivalitas kekuatan sudah seharusnya dikonversi menjadi kerja sama. Indonesia akan terus mendorong ASEAN untuk memainkan peran sentral dalam memajukan stabilitas, perdamaian dan kesejahteraan di kawasan Indo-Pasifik.
Menurut Retno, ASEAN harus terus melakukan disruptive innovation, untuk keluar dari zona nyaman, agar tetap relevan menjawab tantangan saat ini. Dengan komitmen tersebut, Para pemimpin ASEAN telah meng-adopsi ASEAN Outlook on the Indo-Pacific, sebagai pegangan bagi ASEAN untuk melakukan engagement di Indo-Pacific. Outlook ini sifatnya inklusif dan terbuka bagi kerja sama dengan semua pihak.
Adapun di Kawasan Pasifik, menlu menekankan perluasan kerja sama baik ekonomi maupun pembangunan akan terus dipertebal. Antara lain melalui peluncuran Platform Kemitraan Pembangunan dengan Pasifik.
Hal ini guna mengatasi tantangan pembangunan seperti perubahan iklim, bencana alam dan pencapaian SDGs, penunjukan Duta Besar Keliling untuk Kawasan Pasifik dan menjadi tuan rumah 1st Leaders Meeting Archipelagic and Island States (AIS) Forum pada November 2020.*
Komentar tentang post