Darilaut – Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengatakan, Kabupaten Pemalang sebagai salah satu daerah pemasok awak kapal perikanan di dalam dan luar negeri.
“Setiap tahun diperkirakan sekitar 2000-an orang awak kapal perikanan asal Pemalang berangkat dan bekerja di kapal ikan luar negeri di negara Fiji, Korea, Taiwan, Singapura dan Malaysia,” kata Abdi.
Menurut Abdi, mereka yang bekerja di Taiwan sering mengalami diskriminasi dalam bentuk kekerasan fisik dan mental.
Untuk dalam negeri awak kapal perikanan asal Pemalang biasanya berangkat dari Jakarta, Bali dan Tegalsari.
Peran dan kontribusi kabupaten Pemalang dalam penyediaan awak kapal perikanan cukup signifikan sehingga upaya edukasi dan sosialisasi kepada manning agen dan awak kapal perikanan untuk mengenali indikator kerja paksa dan perdagangan orang sangat penting.
Awak kapal perikanan yang bekerja di kapal ikan dalam negeri, Abdul Basir, mengeluhkan jaminan kesehatan bagi awak kapal perikanan yang bekerja di kapal lokal. Pengalaman Abdul ketika anak laki-laki menderita sakit ketika melakukan penangkapan ikan di Laut Arafura.
Menurut Abdul, kapten dan pemilik kapal, tidak mengizinkan anaknya turun dari kapal untuk mendapatkan perawatan. Nanti setelah melakukan penangkapan ikan baru di turunkan di Pelabuhan Dobo untuk perawatan. “Sayang nyawanya tidak tertolong dan meninggal dunia,” kata Abdul.
Untuk itu, Abdul berharap agar instansi terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Perhubungan dapat bersinergi guna melakukan inspeksi bersama di atas kapal perikanan.
Hal ini untuk memastikan semua instrumen regulasi, peralatan dan sarana prasarana kesehatan dan keselamatan kerja telah tersedia di atas kapal perikanan. “Inspeksi bersama perlu dilakukan sebab kegiatan penangkapan ikan juga terkait dengan kesehatan dan keselamatan nyawa awak kapal perikanan,” kata Abdul.
Sementara itu, Field Manager DFW Indonesia untuk SAFE Seas Project (SSP) Amrullah, mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengembangkan platform Fisher Center di Jawa Tengah.
“Fisher Centre adalah platform bersama sebagai tempat untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang hak-hak pekerja dan perlindungan bagi awak kapal perikanan, nelayan buruh dan sebagai bagian dari upaya pemberdayaan,” kata Amrullah.
Pemerintah Indonesia perlu terus meningkatkan upaya perlindungan awak kapal perikanan baik yang bekerja di dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini bertujuan untuk mengurangi praktik kerja paksa dan perdagangan orang yang masih sering terjadi pada sektor perikanan tangkap.*
Komentar tentang post