Kenapa kata itu dipilih, bukan yang lain? Karena dalam Meeraji, salah satu gelar untuk Nabi adalah Ta Iloponu lo Eeya. Kata “ponu” berarti air mata. Apakah Allah memiliki “air mata”? Atau jika diartikan lebih dalam “air mata Allah jatuh padanya”. Tentu Allah tidak memiliki air mata. Itu adalah kiasan betapa Baginda Nabi adalah kekasihNya, sehingga artinya orang yang dirindukanNya.
Kata tersebut oleh leluhur Gorontalo lalu ditransformasikan dalam acara adat yang kini kita kenal dengan “Molo’opu’“. Acara molo’opu dalam artian lain adalah upacara penjemputan pimpinan daerah dari kediaman pribadi ke rumah jabatan atau dinas.
Kenapa kata itu ditransformasi? Sebab, dalam proses molo’opu pimpinan daerah baik itu Gubernur, Wagub, Bupati/Walikota dan wakilnya, diharapkan dapat mengembangkan, memperkuat dan menjalankan pesan-pesan atau pola kepemimpinan Nabi dalam konteks pemerintahan kekinian. Bisa juga adalah mengantarkan seseorang dari mengurusi urusan pribadi dan keluarga saja, menjadi mengurusi umat (rakyat) yang berlandaskan pada ajaran Nabi.
Harapan lain, agar ketika selesai menjabat, si pejabat (kepala daerah) bisa “otolohe lo ponu” atau mendapat percikan “air mata” dari Nabi, atau dirindukan Nabi. Karena telah berhasil mencetak karya (ilomata) untuk membangun daerah demi kemaslahatan umat. Sebagaimana tugas-tugas “wuleya lo lipu” pada umumnya, mencetak karya untuk daerah.