Oleh : Dr. Funco Tanipu (Dosen Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo. Founder The Gorontalo Insitute)
Memperbincangkan Gerindra adalah juga memperbincangkan Jendral Prabowo Subianto, yang kini menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke – 8. Perjalanan Prabowo, termasuk Gerindra memang berlika-liku, jatuh bangun, dan “berdarah-darah”. Hingga karena konsistensi serta sikap yang istiqomah, Prabowo pada akhirnya menjadi Presiden setelah 4 kali bertarung dalam Pemilihan Presiden dalam 20 tahun terakhir.
Rasa-rasanya, jika melihat barisan elit politik Indonesia sejak republik ini berdiri, baru Prabowo yang memiliki daya tahan perjuangan yang konsisten dan istiqomah. Daya tahan tersebut tidak saja dimiliki Prabowo, tetapi juga sebagian besar rakyat Gorontalo.
Hal ini terlihat dari hasil perolehan suara Prabowo Subianto dalam 4 kali Pilpres. Pada Pilpres 2014 Prabowo – Hatta Rajasa meraih 378.735 suara. Pada Pilpres 2019, walaupun berpasangan dengan Sandiaga Uno putra asli Gorontalo, suara Prabowo malah turun menjadi 345.129 suara, dan pada Pilpres 2024 Prabowo meraih 504.662 suara.
Partisipasi warga Gorontalo yang “konsisten” dalam memilih Prabowo adalah hal yang perlu diapresiasi, tetapi konsistensi yang begitu tinggi tersebut beriringan dengan anomali. Dari data Pemilu dan Pilpres, sepertinya jargon Prabowo adalah Gerindra dan Gerindra adalah Prabowo, tidak berlaku di Gorontalo. Di Gorontalo, Prabowo bukanlah Gerindra.