Jakarta – Indonesia telah dipilih sebagai mitra pertama dalam pencanangan gerakan Global Plastic Action Partnership (Kemitraan Aksi Plastik Global). Pencanangan gerakan ini dilakukan World Economic Forum (WEF) untuk mengurangi sampah plastik global.
Global Plastic Action Partnership –sebuah bentuk kemitraan antara dunia bisnis, pemerintah nasional/lokal, badan donor internasional, kelompok masyarakat dan para ahli. Indonesia yang diwakili Menteri Koordinator Bidang kemaritiman Luhut B. Pandjaitan dijadikan sebagai mitra pertama dalam pencanangan gerakan ini di New York, Amerika Serikat Selasa (25/9).
Menko Luhut mengatakan, Indonesia membutuhkan lautan yang sehat. Karena itu, Indonesia telah menetapkan target nasional yang cukup ambisius untuk menangani sampah plastik dengan rencana aksi mengurangi sampah hingga 70 persen selama tujuh tahun ke depan.
“Dengan memobilisasi dukungan publik, swasta, masyarakat dan mempercepat inovasi seperti bahan biodegradable, kita dapat menggerakkan ekonomi circular untuk mengatasi sampah plastik,” kata Menko Luhut dalam sambutan pencanangan gerakan tersebut.
Indonesia dipilih sebagai mitra pertama karena negara kepulauan terbesar di dunia ini sedang aktif memerangi sampah terutama sampah plastik.
Menurut Luhut, Indonesia memiliki berbagai tingkat hayati laut dunia, yang sangat penting bagi perikanan laut, menjaga ketahanan pangan dan bisa menggerakkan ekonomi di bidang pariwisata.
Indonesia telah bekerja sama dengan Bank Dunia untuk melakukan penelitian dan diketahui 80 persen limbah plastik laut di Indonesia berasal dari 87 kota di Indonesia. Kebanyakan sampah ini berada di kota-kota di Pulau Jawa.
Untuk itu, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keputusan Presiden untuk melaksanakan Rencana Aksi Nasional dengan fokus pada 87 kota dan menetapkan target nasional untuk memerangi sampah plastik.
Luhut mengatakan, Indonesia terus mendorong perubahan perilaku masyarakat dan industri secara sistematis untuk mengurangi kebocoran lahan dan kebocoran laut. Mempromosikan penelitian dan pengembangan teknologi pengelolaan limbah. Selain itu, penegakan aturan hukum dan pengembangan inovasi pembiayaan untuk proyek pengelolaan limbah.
Menko Luhut juga menjelaskan bahwa Citarum yang sampai enam bulan lalu dikenal sebagai sungai terkotor di dunia. Saat ini keadaannya sudah jauh lebih baik. Pihaknya melakukan operasi pembersihan berskala besar dengan melibatkan ribuan tentara serta masyarakat sipil.
Ada kemajuan yang signifikan, tetapi masih ada masalah yang perlu diatasi. Sebagai contoh, saat ini, dari sekitar 3.400 perusahaan di DAS Citarum, hanya sekitar 20 persen yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Upaya penegakan hukum akan dilakukan, salah satunya dalam bentuk perintah relokasi bisnis.
“Kami sedang memproses relokasi untuk perusahaan yang tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah,” ujar Luhut.*
Komentar tentang post