Darilaut – Sejarah kawasan konservasi di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari catatan perlindungan alam sejak masa kolonial Belanda.
Setelah Muller pada 1846 mendeskripsikan maleo dan menyandang nama ilmiah Macrocephalon maleo, burung endemik Sulawesi ini masih membuat penasaran naturalis Alfred Russel Wallace.
Wallace tiba di Manado pada 10 juni 1859. Perjalanan naturalis ini dilanjutkan ke Tomohon, Rurukan, Kakas, Panghu dan balik lagi ke Manado.
Selanjutnya, Wallace beristirahat. Perjalanan dilanjutkan ke Lempias. Ditempat ini Wallace melihat ada pemburu yang membawa burung maleo.
Naturalis yang dikenal dengan garis Wallacea ini ke Likupang dan Batu Putih. Di Batu Putih, Wallace mendeskripsikan burung maleo dan satwa khas Sulawesi lainnya.
Keberadaan kawasan Tangkoko dan sekitarnya mulai dikenal sebagai monumen alam, tidak lepas dari peran Sijfert Hendrik Koorders, ahli kehutanan yang lahir di Bandung pada 29 November 1863.
Koorders yang mengusulkan Gunung Tangkoko Batuangus di Bitung, sebagai monumen alam yang ditetapkan pemerintah Hindia Belanda pada 1919.
Dalam buku “Sang Pelopor: peranan Dr. SH. Koorders dalam Sejarah Perlindungan Alam di Indonesia” yang ditulis Pandji Yudistira (2014), inisiatif tersebut datang dari Koorders dan tim yang tergabung dalam Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda (Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming).
Komentar tentang post