Oleh: Suhana
JUDUL ini sengaja penulis pakai untuk menggambarkan tiga peristiwa penting agar Indonesia terbebas dari aktivitas kejahatan perikanan yang mengancam tercapainya Tujuan SDGs 2030. Terpilihnya kembali Jokowi dalam pemilu presiden 2019 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat mengapresiasi langkah-langkah presiden dengan jajaran kabinetnya dalam lima tahun terakhir, termasuk dalam memberantas IUUF (illegal, unreported, and unregulated fishing).
Pertemuan G20 yang berlangsung di Osaka Jepang (28-29 Juni2019) membawa harapan baru untuk masa depan ekonomi perikanan dunia, khususnya perikanan Indonesia. Kepala-kepala negara G20, termasuk Presiden Jokowi telah berkomitmen dalam memberantas praktik IUU Fishing di negaranya masing-masing. Dalam dokumen “G20 Osaka Leaders’ Declaration” point 40 disebutkan bahwa “IUUF di banyak bagian dunia menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan sumberdaya laut, kami menyadari pentingnya menangani IUU fishing untuk menjamin pemanfaatan berkelanjutan sumber daya kelautan dan konservasi lingkungan laut termasuk keanekaragaman hayati, dan menegaskan kembali komitmen kami untuk mengakhiri IUU fishing”.
Pemberantasan praktik IUUF memerlukan keberanian dan ketegasan dari pemimpin negara, khususnya Presiden dan Menteri terkait. Oleh sebab itu dalam pidato Jokowi pada acara “Visi Indonesia” di Sentul beberapa hari lalu yang menegaskan bahwa jajaran kabinet jilid 2 akan diisi oleh menteri-menteri yang berani. Hal tersebut merupakan modal kuat bagi Kabinet Jokowi Jilid 2 agar tetap konsisten memberantas IUUF di seluruh perairan Indonesia.
Langkah presiden Jokowi dan Menteri Susi Pudjiastuti dalam memberantas IUUF saat ini sudah menunjukkan hasil yang sangat baik bagi perkembangan ekonomi perikanan Indonesia. Namun demikian, ketegasan dan keberanian memberantas IUUF tersebut perlu terus ditegakan secara konsisten. Mengingat sampai saat ini ancaman dari para pelaku IUUF masih sangat tinggi.

Ifesinachi Okafor dan Yarwood (2017) menyatakan bahwa praktek IUUF merupakan ancaman terhadap pemenuhan beberapa Tujuan SDGs 2030. Arti penting dari laut dan sumber daya yang terletak di bawahnya terwakili dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Secara khusus, Sasaran 14 dari SDGs menyoroti kebutuhan untuk melestarikan laut. Artinya laut memiliki kontributor yang signifikan terhadap pencapaian SDGs lainnya.
Tujuan 1 dan 2 ditujukan untuk mengakhiri kemiskinan dan kelaparan, dimana pasokan ikan merupakan sarana penting untuk realisasinya. Perikanan juga membuat kontribusi besar untuk pendapatan nasional, sehingga membantu pencapaian Tujuan 8 yang berusaha untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, tingginya praktik-praktik perikanan yang tidak berkelanjutan yang berbahaya bagi lingkungan laut, seperti polusi, penangkapan ikan yang berlebihan dan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU) fishing, mengancam kemampuan pemerintah Indonesia untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya perikanan.
Konsistensi Indonesia dalam memberantas IUUF sepanjang akhir 2014 sampai saat ini sudah mendapatkan apresiasi dari beberapa negara, seperti adanya insentif ekonomi dari pasar dunia, khususnya dari USA dan Uni Eropa. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan fasilitas Generalized System of Tariff Preferences (GSP) Amerika Serikat untuk produk perikanan Indonesia yang telah dihentikan mulai 31 Juli 2013 dan dikenakan tarif normal kembali berkisar 2,3% – 15%. Namun demikian berdasarkan Konsistensi Pemerintah Indonesia memberantas IUU Fishing menjadi pertimbangan Pemerintah AS untuk membuka kembali fasilitas GSP, dan efektif per 29 Juli 2015. Kebijakan Indonesia bertindak tegas memberantas IUU Fishing sejalan dengan kebijakan AS untuk memberantas IUU Fishing dan Seafood Fraud. Melalui skema GSP terdapat 66 kode HS produk perikanan diberikan tarif 0%, seperti rajungan, lobster, snail, eels, anchovies, dll.
Komentar tentang post