EKSPLOITASI ikan hias mengakibatkan terjadinya kencenderungan penurunan stok di habitat aslinya. Seperti jenis ikan hias Banggai Cardinal Fish (BCF). Permintaan dan perdagangan ikan ini cukup tinggi di Banggai.
Selanjutnya, Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan keputusan Nomor 49 Tahun 2018 yang menetapkan ikan hias BCF sebagai spesies dengan kategori perlindungan terbatas. Artinya, penangkapan dibatasi pada perairan yang belum terjadi over fishing.
Mulanya, jenis ikan hias laut ini hanya dikenal sebagai ikan endemik perairan Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah.
Balai Perikanan Budidaya Air Laut (BPBL) Ambon, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kemudian mengembangkan produksi ikan hias BCF secara massal di laut.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya kkp, Slamet Soebjakto mengatakan, BPBL Ambon telah berhasil melakukan terobosan dibidang perekayasaan dalam pengembangan ikan hias BCF.
Dengan terobosan dan teknologi produksi massal, BCF tidak sepenuhnya bergantung 100 persen dari alam.
Keberhasilan teknologi pembudidayaan saat ini, secara otomatis akan menggeser ketergantungan stok yang awalnya dari alam dan beralih pada produksi budidaya.
Menurut Slamet, ada keinginan dari beberapa pihak untuk memasukan BCF ini ke dalam CITES (The Convention on International of Trade Endangered Species ). Bila masuk CITES, akan membatasi perdagangan ikan ini.
Dengan keberhasilan produksi massal hasil budidaya, usulan masuk CITES sudah tidak diperlukan lagi. Dengan demikian perekonomian masyarakat tetap berjalan. Tentunya tetap penting dilakukan pengendalian secara alami,
Slamet memastikan nantinya hasil budidaya ini akan difokuskan untuk restocking secara berkala untuk menjaga keseimbangan stok.
“Kami akan minta BPBL Ambon untuk juga fokus melakukan restocking BCF di habitat aslinya, utamanya di perairam Banggai sendiri,” kata Slamet.*
Komentar tentang post