KINI nelayan tak perlu lagi membeli tali dengan panjang ratusan hingga seribu meter. Tak perlu lagi menggunakan bambu dalam jumlah banyak, pelampung dan pemberat ratusan kilo gram.
Terobosan rumpon portable yang dikembangkan tim peneliti dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB) sebagai salah satu solusi. Selain irit, rumpon portable lebih ramah lingkungan.
Saat ini, di berbagai perairan yang mengandalkan penangkapan ikan dengan menggunakan rumpon, bahan utama salah satunya tali nilon. Tali berukuran besar dan panjang ini disesuaikan dengan kedalaman dasar perairan. Makin dalam perairan, ongkos pembuatan rumpon, seperti untuk tali lebih besar biayanya.
Bila angin kencang, arus dan gelombang, seringkali tali rumpon putus. Banyak tali yang masuk begitu saja ke laut. Karena itu, rumpon portable ini lebih efektif dan efisien untuk menangkap ikan pelagis.
Rumpon portable sebagai pengembangan rumpon konvensional dengan menggunakan konsep respon ikan terkait penggunaan frekuensi suara, tali rafia pada atraktor dan lampu.
“Keunggulan rumpon portable ini adalah menggunakan frekuensi suara untuk mengumpulkan ikan,” kata Dr Roza Yusfiandayani, salah satu tim peneliti kepada Darilaut.id, Selasa (6/11). Selain Roza, tim peneliti ini, Prof Dr Mulyono S Baskoro dan Prof Dr Indra Jaya, dari FPIK IPB.
Rumpon (fish agregation device, FAD) sudah lama dikenal sebagai alat bantu penangkapan yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul di suatu area. Penelitian yang sudah dikembangkan tim FPIK-IPB ini, dengan melakukan ujicoba sejak 2013 lalu. Hasil ini dapat menjadi solusi dalam pemberdayaan masyarakat pesisir dan pengelolaan lingkungan.

Berdasarkan kajian yang ditulis ketiga peneliti dalam Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol 4 No 1 Mei 2013, penelitian didasari produksi perikanan tuna dan cakalang berbasis rumpon terus menurun dengan ketersediaan sumberdaya yang terbatas. Di sisi lain, daerah penangkapan tuna dan ikan cakalang semakin jauh.
Karena itu, perlu upaya untuk pemanfaatan yang semakin meningkat tersebut, dengan pengelolaan yang baik dan berkelanjutan. Dari permasalahan ini, dilakukan kajian pembuatan rumpon portable yang mudah dibawa kemana-mana dan tingkat kelayakan pemanfaatan rumpon dan optimalisasi armada penangkapan yang beroperasi di sekitar rumpon agar produktivitas optimum dapat terjaga.
Pengkajian terhadap rumpon portable ini antara lain untuk pengelolaan ikan tuna dan cakalang secara berkelanjutan. Selain itu, untuk mengantisipasi implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries.
Rancangan prototipe rumpon portable ini dengan menganalisis komposisi, panjang berat dan tingkat kematangan gonad. Penelitian di laboratorium dan uji coba lapangan di Pelabuhan Ratu dan perairan Jepara, Jawa Tengah.
Analisis yang dilakukan tim mencakup panjang dan berat hasil tangkapan, komposisi hasil tangkapan, tingkat kematangan gonad dan analisis gaya apung dan gaya tenggelam rumpon portable.
Komposisi ikan dominan hasil tangkapan di sekitar rumpon portable saat uji coba dilakukan 83 ekor ikan kembung, 57 ekor ikan todak dan 51 ekor ikan tongkol.
Kajian awal pengunaan rumpon portable, hasil tangkapan dengan menggunakan pancing gajrut (pancing ulur) mendapatkan tuna sirip kuning (yellowfin tuna), sedangkan alat tangkap pancing tonda tidak mendapatkan hasil tangkapan tuna.
Komposisi plankton yang terdapat pada isi perut ikan tuna dan yang terdapat di perairan didominasi oleh Genus Rhizosolenia dan Leptocylindricus. Ini indikasi kondisi perairan yang subur dan ikan tuna juga memakan plankton tersebut.*
Komentar tentang post