NELAYAN di Desa Kemadang, Gunung Kidul, sudah lama menangkap lobster. Sejak 1970-an, lobster ini ditangkap langsung dari alam sudah.
“Dulu menangkap lobster masih menggunakan pancing dengan umpan kaki gurita dan ikan,” kata Sadirin (55 tahun), akhir tahun lalu.
Sadirin, salah satu nelayan spesialis menangkap lobster di Pantai Sepanjang, Kemedang.
Di masa Sadirin masih kanak-kanak, lobster ini ditangkap dan dijual dalam keadaan mati. Tidak seperti sekarang, yang dijual lobster hidup.
Di masa itu, di Gunung Kidul, ada pengumpul lobster. Lobster yang dibeli dalam keadaan mati, bukan yang hidup.
Sadirin menjadi spesialis menangkap lobster di alam, mulai tahun 1983. Tangkapan lobster paling besar ukuran 1,5 kilo gram. Ada istilah B1 dan B2, harga per kilo gram Rp 15 ribu.
Lobster ukuran besar ini untuk ekspor. Namun, ekspor lobster terhenti. Hasil tangkapan lobster saat ini hanya untuk lokal atau konsumsi.
Hasil tangkapan sampai saat ini jenis lobster batu, lobster pasir, dan lobster bambu.
Selama cuaca di laut selatan Jawa tidak bergelombang dan arus yang kuat nelayan di Pantai Sepanjang menangkap lobster. Saat tidak dilakukan penangkapan setelah bulan purnama, di hari ke 16 dan 17.
Untuk menangkap lobster, nelayan menggunakan krendet. Krendet umumnya alat tangkap lobster yang paling banyak digunakan di selatan Jawa.
Komentar tentang post