Evaluasi terhadap status konservasi hiu paus oleh IUCN telah dilakukan sejak tahun 1990 dengan status sebagai jenis indeterminate (tidak tetap), tahun 1994 berubah menjadi data deficient (kurang data), dan tahun 2000 ditetapkan sebagai vulnerable species (jenis yang rentan mengalami kepunahan).
Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) pada CoP-12 CITES memasukkan hiu paus dalam daftar Appendik II, artinya bahwa secara global hiu paus belum terancam kepunahan, tapi mungkin dapat terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
Pada tahun 2013, Indonesia sudah menetapkan hiu paus sebagai jenis ikan yang dilindungi melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/MEN-KP/2013. Langkah-langkah pengelolaan sumberdaya hiu paus di Indonesia perlu terus dilakukan, termasuk mengembangkan model-model pengembangan wisata bahari, sehingga tetap dapat memberikan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat secara luas (Fahmi dan Dharmadi, 2013).
Salah satu rencana aksi nasional yang telah dibuat oleh Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, adalah Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi dan Pengelolaan Hiu dan Pari 2016 – 2020 (Direktorat KKHLKKP, 2015).
Dengan tersusunnya rencana aksi ini merupakan salah satu bentuk komitmen Indonesia untuk menjaga kelestarian sumberdaya hiu dan pari di perairan Indonesia dan juga sekaligus merupakan bentuk komitmen Indonesia terhadap implementasi IPOASharks, pelaksanaan resolusi RFMOs dan pelaksanaan ketentuan konvensi CITES terhadap perdagangan internasional Hiu Apendiks II CITES. Direktorat KKHL-KKP juga telah mengeluarkan “Buku Pedoman Umum Monitoring Hiu Paus di Indonesia (Sadili et al.., 2015a) sebagai acuan bagi berbagai pihak terkait untuk melakukan kegiatan monitoring dengan metode yang seragam.
Komentar tentang post