NELAYAN buruh yang bekerja di perusahaan atau pemilik kapal masih diperhadapkan soal upah, eksploitasi, utang awal (kas bon) dan jeratan utang.
Itu sebabnya, industri perikanan Indonesia masih sangat rentan terhadap situasi perdagangan orang, khususnya pada proses perekrutan. Begitu pula dengan model pengupahan dan kondisi kerja di atas kapal ikan. Risiko eksploitasi hadir sebagai akibat sistem perekrutan informal.
Dalam banyak kasus, kerangka hukum yang tepat untuk melindungi awak kapal perikanan sudah ada. Namun, kerangka hukum tersebut belum diimplementasikan dan ditegakan. Beberapa kasus, ditemukan bahwa ketidakpatuhan pada hukum dilakukan secara sengaja.
Hal ini yang ditemukan tim peneliti dari Universitas Coventry bekerja sama dengan Center for Sustainable Ocean Policy (CSOP) Universitas Indonesia, International Organization for Migration (IOM) Indonesia dan Dina Nuriyati.
Tim peneliti melakukan riset di sepuluh lokasi. Masing-masing Benoa (Bali), Bitung (Sulawesi Utara), Muara Baru (Jakarta), Ambon (Maluku) dan Belawan (Sumatera Utara). Kemudian di Pasuruan (Jawa Timur), Muncar (Jawa Timur), Surabaya (Jawa Timur), Pondok Dadap (Jawa Timur) dan Tegal (Jawa Tengah).
Peneliti dari International Organization for Migration (IOM) Indonesia Among Pundhi Resi dan Sarah Astreid kemudian menuliskan kajian ini Mei 2019. Dengan judul “Produk Ikan untuk Ekspor: Kondisi Ketenagakerjaan dalam Industri Perikanan Tangkap di Indonesia.”
Komentar tentang post