MEMIJAHKAN ikan tuna tidak muncul begitu saja. Mulanya, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL), Gondol-Bali mencoba memijahkan induk ikan tuna di dalam bak beton.
Satu dekade lalu, cara memelihara induk ikan tuna dalam beton ini diterapkan. Ternyata, kebiasaan tuna bergerak leluasa di laut lepas ini masih terbawa di dalam beton pemeliharaan. Induk ikan ini sering menabrak dinding beton.
Akibatnya, mortalitas (kematian) induk tuna tinggi. Tahun 2010, BBPPBL) Gondol-Bali melaporkan, hampir setiap hari pemijahan. Namun, terdapat infeksi endoparasit dalam telur.
Siklus endoparasit tersebut tidak bisa diputus. Seluruh telur yang dihasilkan pada hari selanjutnya tidak dapat digunakan dan produktivitas induk pada tahun ketiga pemijahan sangat rendah.
Pengalaman di atas, ditulis Jhon Harianto Hutapea, Ananto Setiadi, Gunawan, dan I Gusti Ngurah Permana dalam Jurnal Riset Akuakultur (2017). Ketiganya adalah peneliti di Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan.
Para peneliti tidak bergantung pada bak beton. Pada 2013, pemeliharaan induk ikan dpindahkan ke laut, yakni dalam Karamba Jaring Apung (KJA).
Jurnal dengan judul “Performa Pemijahan Ikan Tuna Sirip Kuning, Thunnus albacares, di Keramba Jaring Apung” itu, memberi kesimpulan bahwa induk ikan tuna sirip kuning yang dipelihara di KJA menunjukkan performa reproduksi yang baik. Tentunya hasil ini sangat menggembirakan.
Beberapa laporan yang menjadi rujukan dalam penelitian ini, antara lain, informasi mengenai ikan tuna sirip kuning betina memijah pertama kalinya di umur 1,6-2,0 tahun. Penelitian lain dengan menggunakan panjang cagak sebagai standar, diperoleh informasi ikan tuna betina memijah pertama kalinya pada ukuran panjang cagak 52,5-56,7 cm di perairan Filipina.
Hasil ini berbeda dengan kondisi di Samudera Pasifik Tengah bagian khatulistiwa. Panjang cagak 70-80 cm. Bahkan di Samudera Hindia umumnya pada panjang cagak di atas 90 cm.
Populasi Menurun
Ikan tuna sirip kuning termasuk komoditas ekspor yang bernilai ekonomis tinggi. Populasinya semakin menurun di alam. Penelitian yang dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Gondol bertujuan untuk mengetahui performa pemijahan ikan tuna sirip kuning yang dipelihara di dalam keramba jaring apung.
Sebanyak 100 ekor induk ikan tuna dengan ukuran bobot sekitar 15-30 kg dipelihara dalam keramba sejak 2014. Induk ikan diberi pakan berupa ikan layang dan cumi-cumi, dengan rasio 2:1 dua kali sehari. Pakan ini diberikan tiap pagi dan sore.
Pengamatan yang dilakukan meliputi tingkah laku induk, pemijahan, dan keragaan telur yang dihasilkan. Selanjutnya, kualitas air terutama suhu dan oksigen setiap hari.
Induk ikan memijah untuk pertama kalinya pada 2015. Selanjutnya pemijahan terjadi hampir setiap malam hari, dengan jumlah telur yang dapat dikumpulkan berkisar 30.000-3.600.000 butir. Ukuran diameter telur 870-920 µm.
Daya tetas telur yang diperoleh berkisar 26%-96%. Dengan ketahanan hidup larva tanpa pakan (survival activity index-SAI) berkisar 0,1-3,8. Larva bertahan hidup tanpa diberi pakan maksimal hingga lima hari setelah menetas.
Berdasarkan hasil pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa induk ikan tuna sirip kuning umur dua tahun, dapat memijah di keramba jaring apung dan menghasilkan performa pemijahan yang baik.*
Komentar tentang post