Syarat-syarat di atas tidak bisa kualitatif atau sekedar dapat masukan dari tim sukses, ring satu, tangan kanan, dan circle anda; “pokoknya, aman ti pak pa saya sana, warga itu bolo ba tunggu saya pe perintah“, atau “hi iyoma ju ti tati to kambungu loodungohe tanggulo li pak“, atau “he du’a li tatiye to tihi lo kambungu turusi ti pak botiye, bo atie dipo le dingingo tihi lingoliyo“.
Ada juga “ali tatiey boyito penu bo pulsa, modungohu tingoliyo“, dan yang unik “ma ilo tohilopa li tatiye ngo kambungu ti pak boti, iyo-iyomo pake pake jas, madelo ma polantikan“.
Ukuran-ukuran kualitatif seperti di atas, bagi pemula lumayan “beken sanang talinga“. Dan, ada “kaidah umum”; harus “ba lucur” dengan “ba siram“.
Kalo tidak, akan keluar jawaban ancaman pamungkas : “ti tatiey to kambungu boyito mahe nao mao lo caleg uwewo, bo pilele mao latiya, pohulata kode“.
Nah, 2000 jam itu, akan ada model dan gaya dari “penyintas” politik, yang biasa main “dua kaki, “lima kaki” hingga “kaki saribu”. Yang ilmu tersebut sudah diupdate selama beberapa kali Pilkda dan Pemilu, semakin canggih.
Tapi, Pemilu butuh angka pasti, sangat kuantiatif. Selain ilmu dasar dalam politik lokal harus disesuaikan : “jangan cuma bisa kali-kali, tambah-tambah, dengan kurang-kurang, tapi juga debo harus tahu bagi-bagi”.
Komentar tentang post