TIDAK banyak mahasiswa maupun alumni kelautan yang ada sekarang mengenal Prof Dr Aprilani Soegiarto. Padahal, sosok inilah pioner yang menggerakan ilmu oseanografi dan teknologi kelautan di Indonesia.
Soegiarto adalah nama kecilnya. Ia lahir di Desa Ponggok, lereng Gunung Merapi, dekat Surakarta 15 April 1935. Ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama di Yogyakarta, gurunya menambahkan nama Aprilani di depan Soegiarto.
Penambahan nama depan ini karena terdapat beberapa siswa yang memiliki nama yang sama: Soegiarto. Nama Aprilani melekat dan menjadi panggilan sehari-hari.
Pada mulanya, Aprilani bercita-cita menjadi dokter atau pilot. Namun, setelah tamat SMA, keluarganya menghadapi masalah keuangan untuk pembiayaan ke perguruan tinggi. Aprilani kemudian mencari perguruan tinggi yang bisa memberikan beasiswa.
Akhirnya, Aprilani diterima di Akademi Pertanian Ciawi, yang terletak di lereng Gunung Gede, Jawa Barat. Terdapat beberapa jurusan di lembaga pendidikan ini, salah satunya Perikanan Bagian Penyelidikan Laut (oseanografi).
Lewat perguruan tinggi inilah Aprilani mendapat gemblengan oseonografi dibawah bimbingan Prof Dr Klaus Wyrtky. Wyrtky yang karyanya masih sering dikutip hingga sekarang, adalah seorang oseanografer kondang asal Jerman.
Setelah menempuh pendidikan di Akademi Biologi, Aprilani bekerja di Lembaga Penyelidikan Laut di Pasar Ikan. Ia meniti karir sebagai Asisten Oceanographisch.
Sekelumit masa kecil Aprilani ini ditulis Dr Anugerah Nontji dengan judul “Aprilani Soegiarto: Mengentaskan Harkat Oseanografi Nusantara” (Penjelajahan dan Penelitian Laut Nusantara dari Masa ke Masa: P2O LIPI, 2009, hal 353 – 359) dan “Aprilani Soegiarto: Peranannya dalam Pengembangan Ilmu Kelautan dan Lingkungan di Indonesia, 2017”.
Lembaga Penyelidikan Laut, berganti menjadi Lembaga Penyelidikan Sumber Hayati. Kemudian berubah nama pada 1962 menjadi “Lembaga Penelitian Laut” bagian dari Lembaga Biologi Nasional MIPI (Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia/ sekarang LIPI).
Sejak bergabung di Lembaga Penyelidikan Laut, Aprilani mulai mengembangkan jejaring. Selanjutnya, ia studi untuk gelar Master di University of Hawaii, selesai pada 1963.
Karena banyak berhubungan dengan berbagai lembaga kelautan internasional, Aprilani dicurigai sebagai seorang agen. Jejaring ini membawa tragedi baginya.
Kala itu, di pertengahan dekade 1960-an, para peneliti di Lembaga Penelitian Laut-MIPI, diangkat sebagai perwira tituler TNI Angkatan Laut untuk memudahkan tugas-tugas oseanografi di kapal riset yang diawaki oleh personel TNI-Angkatan Laut.
Tugas ini tanpa menanggalkan status Aprilani sebagai pegawai MIPI. Aprilani yang mendapat pangkat Letnan Laut Tituler itu, terkejut ketika rangkaian kegiatan komunikasi internasionalnya dituduh “membocorkan rahasia negara” dan “menjadi agen rahasia Central Intelligence Agency (CIA) Amerika Serikat”.
Ia ditangkap dan ditahan di Markas Besar Angkatan Laut di Jalan Gunung Sahari, Jakarta, menunggu proses untuk diajukan ke Mahkamah Militer. Ternyata, tuduhan keji itu tak berdasar sama sekali.
Aprilani dibebaskan setelah mendekam selama 38 hari dalam tahanan. Ia kemudian diangkat menjadi pengajar di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Sesko-AL).
Pada 1969, Aprilani melanjutkan pendidikannya di University of Hawaii. Ia meraih gelar Ph.D pada 1972, dibawah bimbingan Prof dr Maxwell Doty. Disertasinya: The role of benthic algae in the carbonate budget of a modern coral reef complex.
Dua tahun sebelum Aprilani menyandang gelar Ph.D, pada 1970, Lembaga Penelitian Laut sudah berganti nama menjadi Lembaga Oseanologi Nasional (LON) bagian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pergantian nama ini dikeluarkan melalui Keputusan Presiden No.10 tahun 1970.
Tiba di Indonesia, Aprilani mendapat tugas memimpin Lembaga Oseanologi Nasional (LON) dibawah Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI). Selama 14 tahun Aprilani memimpin lembaga ini. Di masa kepemimpinannya, sejumlah tenaga muda dikirim untuk melajutkan studi master dan doktor. Selain itu, pelatihan-pelatihan di dalam dan luar negeri.
Seperti ditulis Anugerah Nontji, salah satu peran penting Aprilani adalah pengembangan Ilmu Kelautan di Indonesia.
Di sinilah tidak banyak mahasiswa dan alumni kelautan yang mengetahui bila Aprilani yang meletakan dasar Pola Ilmiah Pokok (PIP) Kelautan, pada 1980-an. PIP kelautan ini kemudian dikembangkan di enam Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia.
Enam perguruan tinggi untuk pengembangan ilmu dan teknologi kelautan ini adalah Universitas Riau di Pekanbaru, Institut Pertanian Bogor di Bogor, Universitas Diponegoro di Semarang. Kemudian Universitas Hasanuddin di Makassar, Universitas Sam Ratulangi di Manado dan universitas Pattimura di Ambon.
PIP kelautan dan enam perguruan tinggi pioner ini mengembangkan Ilmu dan teknologi Kelautan berkat kedekatan hubungan Aprilani dengan banyak tenaga pengajar di berbagai perguruan tinggi dan khususnya dengan Dirjen Pendidikan Tinggi yang ketika itu dijabat Prof Doddy A. Tisna Amidjaja.
Melalui PIP Kelautan di enam perguruan tinggi tersebut, diharapkan menjadi centre of excellence atau pusat keunggulan kelautan.
Kini, di bulan Agustus 2018, sedikitnya 30 perguruan tinggi yang tengah mengembangkan ilmu yang terkait dengan kelautan di Indonesia. Semua ini tidak lepas berkat peran, ketekunan dan kegigihan Aprilani.
Pada Jumat (17/8) pukul 15.44 WIB, Aprilani tutup usia, di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta.
Selamat jalan Prof Aprilani Soegiarto ….*
Komentar tentang post