Jakarta – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengajak warga di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, memperhatikan kebersihan, salah satunya dengan mengurangi penggunaan plastik dan tidak membuang sampah ke laut. Tidak boleh lagi ada minuman sedotan di pulau Pulau Pari.
“Mulai besok tidak boleh lagi ada minuman sedotan di pulau ini,” kata Susi, di Pulau Pari, Minggu (22/7). Di Pulau Pari Menteri Susi melakukan penanaman mangrove untuk memperingati Hari Mangrove Sedunia yang jatuh setiap tanggal 26 Juli. Kegiatan ini dilakukan warga Pulau Pari bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).
Menurut Susi, Indonesia sekarang ini sebagai penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia. “Malu kita, mandi pakai sabun, habis pakai sabun pakai bedak, habis pakai bedak pakai minyak wangi. Kurang apa lagi? Tapi buang plastik ke sana (laut). Itu kan berbeda. Kitanya bersih alamnya kotor, bagaimana?” ujar Susi.
Susi mencontohkan keberhasilan Kenya, Namibia, dan Ghana mengurangi penggunaan plastik. Salah satunya, dengan menghindari pemakaian kantong sekali pakai, dengan memakai tas ramah lingkungan.
“Ke pasar beli cabe setengah ons 1 kresek, bawang merah ½ ons satu kresek. Satu ibu rumah tangga pulang habis belanja bawang merah satu kresek, jahe satu kresek, semua sepuluh kresek bawa pulang ke rumah. Habis itu jadi sampah. Mau nanem pisang, nyangkul tanah isinya apa? Kresek,” katanya.
Warga di Pulau Pari, menurut Susi, perlu membuat aturan khusus mengenai larangan membuang sampah sembarangan. Masyarakat, Pemda, dan aparat keamanan bekerja sama. Masyarakat menjaga keindahan dan kebersihan pulau, Pemda membuat regulasi, dan aparat melakukan penengakan hukum.
Susi mengatakan, persoalan pulau itu ada di kebersihan, sanitasi, dan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah ini sangat penting. Bayangkan bila setiap minggu 1000 turis datang ke Pulau Pari. Masing-masing membawa kantong kresek. “Berapa bungkus makanan dan lain-lain, mau dikemanakan sama Bapak-bapak? Buang ke laut? Pada saat air pasang balik lagi. Laut itu tidak suka dengan sampah. Pasti akan kembali ke pantai Bapak,” katanya.
Menteri Susi juga meminta masyarakat tidak lagi membuang langsung limbah minyak, sampah kimia, cat, dan oli ke laut karena dapat merusak karang-karang. Hal ini karena air laut tidak punya penyaring.
Susi mengatakan, warga mengelola Pulau Pari sebagai anugerah dari Tuhan untuk diwariskan bagi generasi mendatang. Pengelolaan Pulau Pari jangan hanya ditujukan untuk mencari uang semata.
Menteri Susi meminta warga untuk tidak serakah menangkap ikan. Hal ini dilakukan agar ikan memiliki waktu untuk beregenerasi. Sediakan waktu untuk berlibur. Seperti kebijakan sasi (penutupan sementara) penangkapan kerang lola, lobster, dan sebagainya yang diterapkan beberapa daerah dalam jangka waktu tertentu, misalnya di Banda Neira.
“Kalau pasang jaring Kamis sore, Sabtu pagi diambil, sama saja bohong. Maksud Ibu itu libur, ulah nyokot, jangan ngambil ikan dulu dari laut. Semakin diatur jeda-jedanya, semakin hasilnya banyak,” kata Susi.
Menteri Susi juga mengajak warga di Pulau Pari membentuk posko Pandu Laut Nusantara. Posko ini sebagai gerakan mencintai, menjaga, dan merawat laut serta pesisir. Gerakan ini gencar digalakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama para aktivis lingkungan.*
Komentar tentang post