DI TAMBELAN, Kepulauan Riau, telur penyu masih marak diperdagangkan. Bisnis telur penyu ini tidak hanya dijual ke Tanjungpinang, bahkan ke Kalimantan Barat hingga Malaysia.
Meski sudah diketahui bahwa penyu termasuk satwa yang dilindungi, perdagangan telur masih terus terjadi. Ada alasan, pendapatan hasil penjualan telur penyu ini untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anak-anak.
“Telur penyu ini diperdagangkan di Natuna, Batam, Tanjung Pinang hingga ke Pontianak dan Malaysia,” kata Suwardi dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Karena itu, salah satu lokasi sosialisasi satwa yang dilindungi dilakukan KKP di Kota Tanjungpinang. Di Tanjung Pinang, pemasaran telur penyu ada yang untuk wisatawan lokal, bahkan mancanegara.
Telur penyu yang dijual di Tanjung Pinang ini berasal dari Pulau Tambelan dan sekitarnya. Harga yang dijual ke pengecer Rp 2000 sampai 3000 per butir.
Pengecer akan menjual kembali dengan harga Rp 5000 per butir. Nilai keuntungan yang hampir 100 % didapatkan oleh pedagang, memicu meningkatnya jumlah telur penyu yang diperjual belikan.
Di Kalimantan Barat, telur penyu juga selain untuk konsumsi lokal, juga dijual hingga ke Malaysia. Pemburu menjual telur ke Malaysia karena nilai jual yang lebih tinggi, rata-rata Rp. 4.300 sampai 5.000.
Saat musim puncak peneluran, pengumpul telur dapat menghasilkan lebih dari 10 juta rupiah per malam.
Karena itu, World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, sejak 2009 melakukan pendampingan di Paloh, serta membantu Pemerintah setempat melakukan program konservasi pesisir dan spesies penyu. Telah terbentuk kelompok Masyarakat Pengawas, seperti di Desa Sebubus.
Perdagangan daging dan telur penyu juga terjadi di Bali. Perdagangan penyu khususnya di Bali menjadi perhatian serius dunia internasional.*
Komentar tentang post