PADA Mei 2018 lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelenggarakan workshop dengan tema “Integrasi Pemantauan dan Penelitian Merkuri Sebagai Basis Kebijakan untuk Mewujudkan Indonesia Bebas Merkuri 2030.”
Workshop ini bertujuan untuk mendapatkan saran dan masukan dalam pemetaan status riset merkuri sebagai bahan usulan dalam penyusunan kebijakan dan regulasi pengelolaan merkuri di Indonesia.
Kegiatan ini kerja sama Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) Badan Litbang dan Inovasi dan BaliFokus. Workshop juga terkait dengan penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata mengenai Merkuri).
Kegiatan workshop dibagi ke dalam 3 komisi yaitu Komisi Teknologi Pengelolaan Limbah Remediasi Merkuri (Hg); Komisi Dampak Lingkungan, Sosial Ekonomi dan Kesehatan; serta Komisi Kebijakan dan Regulasi.
Berikut ini hasil rumusan Workshop Merkuri tersebut:
Butir pertama, pemerintah Indonesia pada tanggal 20 September 2017 menandatangani UU Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury (Pengesahan Konvensi Minamata mengenai Merkuri).
Tujuan konvensi Minamata adalah untuk melindungi kesehatan manusia dari emisi dan lepasan merkuri dari sumber antropogenik. Salah satu kewajiban setiap negara adalah memfasilitasi pertukaran informasi terkait dengan penanganan merkuri di negaranya. Penanganan merkuri harus berdasarkan ketentuan konvensi, termasuk teknologi alternatif yang digunakan untuk menggantikan kegunaan merkuri.
Komentar tentang post